Bambang Haryo Soroti Pertumbuhan Ekonomi Melambat
10 Februari 2020 - 00:04:38 WIB | Dibaca: 2731x
Jakarta (SIOGE) - Pemerintah saat ini diharapkan dapat fokus mengatasi persoalan di dalam negeri untuk mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi nasional yang dinilai masih melambat. Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Nasional 5,02%, jauh di bawah target 5,3% dan lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya 5,17%.
Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Bambang Haryo Soekartono mengatakan, melambatnya pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan bahwa ada permasalah domestik yang menyebabkan ketidakpastian.
“Adanya masalah inkonsistensi regulasi, upah minimum yang berbeda-beda di setiap daerah, fluktuasi bahan pokok dan energi, pungutan liar, korupsi, serta kerusakan infrastruktur,” katanya, Minggu (9/2/2020).
Dikatakan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini menyebutkan, salah satu contoh bawang putih yang merupakan salah satu kebutuhan pokok masih dikuasai oleh spekulan dan mafia sehingga harganya berfluktuasi dan penuh ketidakpastian.
“Harga bawang putih di dalam negeri tembus Rp 70.000 per kg, naik lebih dua kali dari tahun lalu sekitar Rp 30.000 per kg. Padahal harga wholesale-nya di China sebagai produsen utama dunia hanya USD0,76 atau sekitar Rp 10.400 per kg,” katanya.
Bambang bilang, selain itu harga gas di Indonesia juga masih tinggi sehingga harga pupuk mahal. Akibatnya, harga komoditas pertanian dan perkebunan sebagai sumber pangan terus naik, seperti harga jagung Indonesia yang termasuk paling mahal di dunia.
Dia menilai ekonomi turun sangat tidak beralasan, sebab pemerintah sudah meluncurkan 16 Paket Kebijakan Ekonomi, membangun infrastruktur 2-3 kali lipat tiap tahun dari pemerintahan sebelumnya, serta mengucurkan kredit usaha rakyat (KUR) hingga Rp 190 triliun dan Dana Desa Rp 74 triliun per tahun. “Kalau pemerintah tidak mampu mengatasi masalah domestik, ya keterlaluan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Indonesia memiliki sumber daya melimpah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik dari sektor riil, pariwisata, pertambangan, pertanian, perikanan, maupun sumber daya manusia termasuk TKI di luar negeri.
Hanya saja posisi strategis Indonesia di poros maritim dunia belum dimanfaatkan maksimal. Perhatian pemerintah terhadap sektor maritim sangat minim dan justru dibebani banyak biaya, seperti pendapatan negara bukan pajak (PNBP) angkutan antarpulau naik hingga 1.000%.
“Indonesia negara kepulauan, berbagai beban tambahan di sektor maritim itu akhirnya meningkatkan ongkos logistik antar pulau,” katanya.
Bambang Haryo mengatakan, ekonomi seharusnya bisa tumbuh pesat apabila pemerintah bisa meningkatkan daya beli masyarakat serta memberdayakan UMKM dan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional.Namun kepedulian terhadap UMKM dipertanyakan setelah anggaran Kementerian Koperasi dan UKM dipangkas hampir separuh dari pemerintahan sebelumnya menjadi hanya Rp970 miliar pada 2020.
Bambang Haryo menegaskan, dinamika global merupakan keniscayaan dan dihadapi oleh semua negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, yang mungkin dilakukan pemerintah adalah membenahi masalah domestik dan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Dinamika global, seperti perang dagang AS-China dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), justru bisa memberikan dampak positif dan momentum bagi kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional apabila pemerintah jeli. (kump)